Inilah Community Value dari Bulan Ramadhan

Herry Fahrur Rizal
4 min readMay 12, 2022
Photo by Hasan Almasi on Unsplash

Apakah “Community Value” yang bisa dipetik dari Ramadhan silam bagi kita yang berprofesi di bidang komunitas?

Bulan Ramadhan tak ubahnya program akselerasi bagi para muslim yang ingin meningkatkan perannya sebagai seorang hamba Tuhan di hadapan Allah SWT.

Diibaratkan program akselerasi pengembangan diri pada aspek spiritualitas, mengingat umat muslim ditargetkan dalam 30 hari kelak bisa memperoleh predikat orang bertakwa sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183, yaitu:

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Saya tidak akan bahas lebih lanjut terminologi “takwa” karena bukan itu tujuan tulisan ini diturunkan.

Nah, kaitannya dengan komunitas bahwa Islam sendiri merupakan agama yang memiliki value komunitas kental dimana salah satunya tampak dalam aktivitas di bulan Ramadhan.

Bahkan, jika Islam adalah komunitas bukan agama, kemudian kita kupas dengan perspektif “Community Canvas”, maka community identity-nya adalah para muslim itu sendiri; lalu community experience-nya yaitu serangkaian ibadah yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits (termasuk ibadah di bulan Ramadhan adalah experience tersendiri yang istimewa); dan community structure-nya terdiri atas lembaga-lembaga keagamaan seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia) serta Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam (seperti Muhammadiyah, NU, dan lainnya).

Rangkaian kegiatan ibadah di bulan Ramadhan sendiri dalam persepektif “Community Management” tergolong sebagai (community) experience yang terkategori pada jenis “Synchronous Experience” dengan definisi versi David Spinks dalam bukunya “The Business of Belonging” (Wiley, 2021), yaitu:

Where members are participating live, at the same time, usually in the form of an event or meeting.” (hal. 116)

Adapun experience istimewa yang hanya berada selama Ramadhan antara lain terdiri atas rangkaian ibadah seperti makan di waktu sahur, buka puasa (ifthar) bersama, shalat Tarawih, hingga itikaf di 10 hari terakhir di masjid pada bulan suci tersebut.

David Spinks juga menjelaskan:

These kinds of experiences can be virtual or in-person. They’re great for helping members connect more intimately, have deeper conversations, and create serendipity.

Bukankah rangkaian ibadah Ramadhan juga potensial membuat sesama muslim terhubung lebih akrab, terjadinya percakapan yang lebih dalam, dan terciptanya keberuntungan tersendiri?

Dalam konteks yang lebih bernuansa komunitas bahwa “Synchronous Experience” itu contohnya seperti annual summit dari komunitas CMX pada ajang tahunan “CMX Summit”; lalu ada weekly meetup yang diselenggarakan komunitas Duolingo dalam “Online Languange Event” mereka dimana bisa mencapai 2.600 event per bulan secara global; atau “FD X Beauty” sebagai beauty festival terbesar tahunan di Indonesia milik Female Daily.

CMX Summit 2022

Selain itu bulan Ramadhan juga memiliki community value lain yang bahkan lebih kentara yaitu “Sense of Community”. Dimana salah satu hikmah puasa Ramadhan adalah agar umat muslim bisa belajar berempati kepada mereka yang diuji kehidupan dengan kekurangan makan dan minum.

Dari mulai adzan Shubuh berkumandang hingga adzan Maghrib, umat muslim menahan lapar dan haus untuk merasakan bukan hanya sesama muslim yang kekurangan, melainkan manusia yang tengah diuji dengan hal sama.

Latihan berempati selama Ramadhan ini memang bentuk pembuktian keimanan sebagaimana pernyataan Nabi Muhammad SAW pada hadits Riwayat Muslim №4685 yang berbunyi:

Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).

Menariknya bahwa lebih dari seribu tahun kemudian, lahirlah teori “Sense of Community” yang diciptakan David W. McMillan dan David M. Chavis sebagai pakar Psikologi Sosial.

Begini isi dari teori “Sense of Community” menurut mereka berdua:

A feeling that members have belonging, a feeling that members matter to one another and to the group, and a shared faith that members’ needs will be met through their commitment to be together.

Menurut teori yang tercantum dalam Journal of Community Psychology 14, no. 1 (January 1986) berjudul “Sense of Community: A Definition and Theory” itu bahwa dari empat faktor yang berkontribusi terhadap “Sense of Community” yaitu (1) Membership, (2) Influence, (3) Integration and Fulfillment of Needs, dan (4) Shared Emotional Connection; poin terakhir dipercaya sebagai elemen terbaik yang berkontribusi sesungguhnya dalam komunitas.

Faktor keempat ini juga dipercaya David Spinks sebagai “definitive element for true community.” Bahkan pada cuitannya di Twitter, dia juga menggambarkan komunitas seperti ini:

A community is a group of people who are willing to make your problems their problems.

Ya, memiliki hubungan emosial yang sama (shared emotional connection) terhadap permasalahan hidup sesama muslim adalah bagian dari ajaran Islam yang salah satunya dipraktekkan selama bulan Ramadhan dengan merasakan lapar dan haus dimana ibarat satu tubuh yang bisa merasakan anggota tubuh lainnya yang tengah sakit.

EPILOG

Mumpung masih suasana Syawwal, saya mengucapkan:

“Selamat Idulfitri 1443 Hijriah. Taqabbalallahu Minnaa Wa Minkum. Mohon Maaf Lahir dan Batin.”

SEKIAN

Photo by Hasan Almasi on Unsplash

--

--

Herry Fahrur Rizal

Community Consultant | The 1st Certified Community Professional by CMX Hub (2021)